Cara Berpikir Diakronik dan Sinkronik dalam Sejarah

Belajar sejarah itu ibarat lagi baca kisah hidup umat manusia dari dulu sampai sekarang. Nggak cuma sekadar nginget tahun kejadian atau siapa tokohnya, tapi juga gimana kita bisa memahami perjalanan peristiwa dari awal sampai akhir.

Nah, biar makin gampang memahami alur sejarah, ada yang namanya cara berpikir diakronik. Metode ini bikin kita bisa melihat sejarah kayak film dokumenter yang tayang dari babak pertama sampai terakhir, semuanya runtut dan jelas.

Diakronik ini sering banget dipasangkan sama yang namanya kronologi. Kenapa? Karena keduanya sama-sama ngomongin soal “alur waktu”. Bedanya, kalau diakronik itu lebih ke “cara pikir” kita, sedangkan kronologi itu lebih kayak “alat bantu” biar peristiwa bisa tersusun rapi sesuai waktunya.

a. Cara Berpikir Diakronik

Pengertian Cara Berpikir Diakronik

Dari asal katanya, istilah diakronik berasal dari bahasa Yunani yang berarti “melintasi” atau “melewati”, dan chronos yang berarti “waktu”. Dari dua kata tersebut, diakronik bisa diartikan pembahasan sesuatu dengan melewati dimensi waktu.

Dalam konteks sejarah, cara berpikir ini digunakan agar kita bisa mencerna peristiwa secara berurutan dari masa ke masa. Misal pembahasan perjuangan kemerdekaan, tentu dimulai dari masa penjajahan, lalu perlawanan rakyat, sampai akhirnya proklamasi.

Urutannya tentu gak boleh lompat-lompat, agar jelas hubungan sebab-akibatnya.

Pengertian Kronologi

Selaras dengan pembahasan diakronik, kamu juga perlu memahami kronologi. Istilah inipun juga berasal dari bahasa Yunani, dari gabungan kata chronos (waktu) dan logos (ilmu/uraian).

Jadi, kronologi singkatnya adalah ilmu yang mengurus tentang waktu, khususnya untuk menata kejadian berdasarkan urutannya.

Bayangkan kronologi layaknya kalender, yang berisi catatan peristiwa sejarah yang tersusun rapi. Kalau gak ada kronologi, tentu kita bisa bingung kapan sebuah peristiwa dimulai, berlanjut, dan berakhir.

Dari sini perbedaannya tentu terlihat ya, diakronik adalah cara pikir, sedangkan kronologi adalah alat bantu.

Ciri-Ciri Cara Berpikir Diakronik

Tentu ada beberapa ciri khas dari cara berpikir diakronik, dintaranya..

  1. Memanjang dalam waktu, menyempit dalam ruang
    Fokusnya ada pada alur waktu. Jadi, yang digarisbawahi adalah perjalanan panjangnya, bukan luas wilayah atau tempat kejadian.
  2. Bersifat kronologis
    Semua peristiwa harus disusun sesuai urutan. Kalau urutannya kacau, bisa jadi anakronis alias tak sesuai jamannya.
    Contoh gampangnya, gak mungkin kan kita bilang internet telah digunakan orang Indonesia sejak zaman Majapahit? Itu jelas anakronis.
  3. Bersifat vertikal
    Bayangkan sebuah garis lurus ke bawah atau pohon yang batangnya tegak lurus tanpa cabang. Begitupun diakronik, berjalan lurus mengikuti waktu tanpa melebar ke topik lain.

Contoh Cara Berpikir Diakronik

Sebagai contoh, admin akan memberikan contoh nyatanya. Misal perubahan presiden di Indonesia sejak merdeka sampai sekarang, kalau disusun secara diakronik, urutannya adalah..

  • Sukarno (1945–1966)
  • Suharto (1966–1998)
  • B.J. Habibie (1998–1999)
  • Abdurrahman Wahid (1999–2001)
  • Megawati Soekarnoputri (2001–2004)
  • Susilo Bambang Yudhoyono (2004–2014)
  • Joko Widodo (2014–2024)
  • Prabowo Subianto (2024–…)

Dengan pola seperti ini, kamu bisa melihat jelas transisi kepemimpinan negara dari waktu ke waktu. Tak hanya nama presidennya, tapi juga hubungan sebab-akibat yang membuat pergantian itu terjadi.

Pengertian Periodisasi

Selain diakronik, ada juga istilahnya periodisasi. Kalau diakronik lebih ke urutan waktu, periodisasi lebih ke “pembabakan” sejarah.

Jadi, peristiwa besar dipotong-potong jadi beberapa babak agar lebih gampang untuk dipelajari.

Periodisasi biasanya didasarkan pada aspek tertentu, misalnya sistem politik, kepercayaan, ekonomi, atau budaya. Dengan begitu, kita bisa lebih fokus memahami karakter setiap periode.

Fungsi dari periodisasi di antaranya..

  • Melihat perkembangan manusia dari masa ke masa
  • Mengetahui kesinambungan antarperiode
  • Menyadari adanya fenomena yang bisa berulang
  • Memahami perubahan dari satu periode ke periode berikutnya

Contoh Periodisasi

Sebagai contoh, sejarah yang ada di Indonesia, periodisasi umumnya dibagi sepreti berikut..

  1. Masa Praaksara – sebelum masyarakat mengenal tulisan
  2. Masa Hindu-Buddha – ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha
  3. Masa Islam – berkembangnya kerajaan bercorak Islam di nusantara
  4. Masa Penjajahan Barat – era kolonialisme bangsa Eropa di Indonesia
  5. Masa Pendudukan Jepang – periode singkat tapi penuh tekanan, 1942–1945
  6. Masa Revolusi – perjuangan mempertahankan kemerdekaan, 1945–1949
  7. Masa Orde Lama – era pemerintahan Sukarno
  8. Masa Orde Baru – era pemerintahan Soeharto
  9. Masa Reformasi – dimulai sejak 1998 sampai sekarang

Mungkin sekilas, periodisasi mirip dengan kronologi ya? Namun bedanya, periodisasi bisa berdiri sendiri untuk mempermudah analisis di satu periode tertentu.

Misal fokus kamu cuman mempelajari masa Orde Baru saja, maka pembahasannya cukup dalam kerangka periode itu tanpa harus mundur ke masa Hindu-Buddha.

b. Cara Berpikir Sinkronik

Pengertian Cara Berpikir Sinkronik

Beralih ke pembahasan sinkronik, dimana fokus utamanya bukan lagi pada perjalanan dari masa ke masa, melainkan lebih ke ruang lingkup suatu peristiwa dalam waktu tertentu. Jadi, waktunya tetap ada, tapi tidaklah terlalu jadi fokus utamanya.

Singkatnya, kalau diakronik adalah timeline sejarah, sinkronik berhenti sejenak di satu titik waktu, dan melihat kondisi yang ada di sana secara menyeluruh.

Contohnya adalah ketika terjadinya peristiwa Reformasi 1998 di Indonesia. Dengan pola pikir sinkronik, maka kamu tak perlu mundur jauh ke masa Orde Lama atau Orde Baru dari awal.

Fokusnya langsung ke apa yang terjadi di tahun 1998 itu sendiri. Mulai dari kondisi sosial, politik, ekonomi, sampai tokoh-tokoh penting yang terlibat.

Jadi, yang dibahas adalah isi peristiwa pada momen tertentu, bukan urutannya dari masa lalu ke masa depan. Karena sifatnya ini, cara berpikir sinkronik sering digunakan dalam ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi, politik, ekonomi, bahkan ilmu budaya.

Meskipun berbeda cabang, sejarah dan ilmu sosial tentu masih nyambung. Karena terkadang, untuk memahami sejarah, kita perlu teori sosial.

Sebaliknya, ilmu sosial juga sering mengambil data atau latar belakang dari sejarah.

Ciri-Ciri Cara Berpikir Sinkronik

Ciri-ciri dari pola berpikir sinkronik diantaranya sebagai berikut..

  1. Memanjang dalam ruang, menyempit dalam waktu
    Sinkronik panjangnya ada di ruang. Jadi satu peristiwa dikaji secara mendalam dengan memperhatikan banyak aspek, meskipun waktunya terbatas.
    Fokusnya lebih ke detail kondisi yang ada pada periode tersebut.
  2. Mengkaji waktu tertentu
    Sinkronik tak memperdulikan sejarah panjang dari awal hingga akhir, karena lebih terfokus ke satu potongan waktu tertentu.
  3. Bersifat horizontal
    Jika diakronik jalannya lurus ke bawah (vertikal), maka sinkronik melebar ke samping (horizontal). Artinya, pembahasan diperluas ke berbagai aspek seperti sosial, politik, ekonomi, budaya, hukum, dan lain-lain.
    Dengan tujuan untuk memberikan gambaran lebih utuh tentang kondisi di periode tersebut.

Contoh Cara Berpikir Sinkronik

Agar lebih jelas lagi, admin akan memberikan contoh real-nya juga. Misal pembahasan masa akhir Orde Baru, khususnya menjelang runtuhnya rezim tersebut antara tahun 1996–1998.

Dengan cara berpikir sinkronik, kita tak perlu mengulik sejarah panjang Orde Baru dari awal Soeharto naik tahun 1966. Kita bisa langsung zoom in ke kondisi di penghujung Orde Baru.

Dan yang akan kita perhatikan adalah..

  • Kondisi politik, bagaimana ketegangan antara pemerintah dengan masyarakat sipil waktu itu.
  • Kondisi ekonomi, krisis moneter 1997 yang membuat rupiah anjlok parah.
  • Tokoh-tokoh penting, siapa saja yang berperan dalam mendorong terjadinya Reformasi.
  • Kebijakan pemerintah, apa langkah-langkah Soeharto dan kabinetnya di tengah krisis.
  • Kehidupan masyarakat, apakah rakyat bisa hidup sejahtera atau justru makin tertekan.

Semua itu dilihat dalam potongan waktu tertentu, bukan dalam rangkaian panjang dari 1966 sampai 1998. Dengan berfokus di satu timeline, itulah yang dimaksud dengan cara berpikir sinkronik.

Penutup

Sampai disini, baik diakronik maupun sinkronik tentu sama-sama penting dalam mempelajari sejarah. Kedua cara berfikir tersebut tentunya saling melengkapi.

Tanpa diakronik, kita bisa kehilangan pemahaman soal hubungan sebab-akibat. Dan tanpa sinkronik, kita bisa melewatkan detail penting dalam suatu periode.

Jadi, kalau mau mengerti sebuah sejarah secara utuh, kita tentu perlu keduanya.