Mengetahui 4 Jenis Skala Suhu & Cara Mengkonversinya

Kamu pernah kan ngerasa kedinginan pas diluar hujan deras, terus nyentuh teko atau gelas kopi yang masih panas buat ngehangatin tangan kamu. Tentu rasa panas dari teko atau gelas tersebut bisa nyalur ke tangan kamu kan? Padahal teko-nya cuma diem aja di meja, gak ada pergerakan sama sekali.

Dari contoh diatas, kamu telah bersinggungan dengan konsep yang namanya suhu.

Suhu bukanlah sekadar angka angka random di termometer, bukan juga cuman sekadar bilangan angka pas kamu demam. Suhu adalah kalkulasi dari seberapa banyak energi yang dimiliki suatu benda.

Dan percaya tak percaya, benda-benda yang kelihatannya diem, sebenernya di dalamnya ramai lho. Partikel-partikel di dalamnya saling bertabrakan, bergetar, bahkan muter meski tak kelihatan oleh mata.

Dan di kesempatan kali ini, admin akan ngasih kalian materi tentang suhu. Jadi bagi temen-temen yang penasaran atau emang nyari pembahasan tentang suhu, di simak baik-baik deh..

Mengenal Konsep Suhu

Bagi yang sering ngecek suhu, tentu familiar dengan suhu, misalnya suhu badan kamu 36°C. Tapi, apa yang dimaksudkan dengan angka 36 itu? Bagaimana bisa nominal itu didapatkan?

Jadi, suhu sederhananya adalah ukuran dari panas atau dinginnya suatu benda.

Suhu adalah cermin dari seberapa aktif partikel-partikel di dalam benda itu bergerak. Semakin tinggi suhu, makin liar pula gerakan molekul di dalamnya.

Kok bisa begitu?

Well, semuanya balik lagi ke yang namanya energi kinetik, energi yang dimiliki benda karena gerakannya. Makin cepat molekul-molekul penyusun benda bergerak, makin tinggi juga rata-rata energi kinetiknya (yang membuat suhu benda naik).

Tapi emangnya benda-benda padat misal batu atau besi bergerak? Bukannya cuman diam aja yak?

Yah walaupun dari luar kelihatannya diam, di dalamnya ada molekul-molekul yang gerak ya. Mereka tetap bergerak—bisa translasi (pindah tempat), rotasi (muter), atau vibrasi (getar-getar).

Dan apa yang kamu rasakan sebagai panas atau dingin, itulah hasil dari pertukaran energi antara kulit kamu dengan benda tersebut.

Misal kamu megang es batu, kulit kamu akan kehilangan energi karena energi dari partikel di kulit pindah ke es batu—makanya kamu ngerasa dingin. Sebaliknya, kalau kamu megang cangkir kopi panas, partikel dari cangkir ngasih energinya ke kulit kamu, kamu pun akan ngerasa panas.

Sekarang coba kamu gesek-gesekkan kedua telapak tanganmu, tentu akan terasa hangat. Itu karena partikel-partikel di kulit kamu saling bertabrakan akibat gesekan.

Semakin kamu percepat gerakannya, energinya pun makin naik, dan kulit kamu pun makin terasa panas.

Suhu tinggi → energi kinetik tinggi → kulit mendeteksi → kamu ngerasa panas.

Tapi, rasa panas dan dingin sebenarnya subjektif, tergantung pada si pengukur—dalam hal ini ya kulit kamu.

Kalau kulit kamu lagi dingin, benda yang sebenarnya bersuhu normal bisa terasa hangat. Tapi kalau kulit kamu udah hangat duluan, benda yang sama bisa terasa dingin.

Mengenal Termometer

Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu secara akurat.

Biasanya berbentuk tabung kecil panjang, dan di dalamnya ada cairan—entah itu alkohol berwarna atau air raksa. Terus ada garis-garis skalanya yang menunjukkan angka suhu.

Cara kerjanya semisal kamu nyelupin termometer ke air panas. Cairan di dalamnya bakal menerima energi dari air, lalu partikel-partikelnya mulai gerak lebih cepat.

Akibatnya, partikel pun saling bertabrakan lebih sering dan lebih keras. Jadilah cairan itu memuai alias mengembang, karena tabungnya sempit dan panjang, cairannya naik deh ke atas.

Semakin panas airnya, makin tinggi pula cairannya naik.

Tapi, ada kejadian pas air mulai mendidih, cairan di termometer malah berhenti naik. Padahal, airnya makin banyak gelembungnya, makin lama makin habis juga airnya karena menguap.

Kenapa bisa gitu?

Jadi, energi yang masuk ke air saat mendidih bukan dipakai buat ningkatin suhu lagi, tapi buat ngubah bentuk air dari cair menjadi gas. Proses ini namanya perubahan fasa.

Jadi walaupun energinya nambah, suhu air tetap segitu-gitu aja selama proses mendidih berlangsung. Sama halnya pas air berubah jadi es, suhunya juga bakal tetap selama proses pembekuan berlangsung.

Kalau kamu ulang eksperimen ini dengan kondisi sama, termometernya tetap menunjukkan angka yang sama tiap kali air mendidih dan membeku. Dan inilah yang akhirnya jadi patokan oleh para ilmuwan.

  • Titik saat air membeku dijadikan titik tetap bawah
  • Titik saat air mendidih dijadikan titik tetap atas

Dan dari kedua titik ini, kamu bisa ngukur suhu benda lain dengan lebih akurat dan konsisten.

Mengenal 4 Skala Pengukuran Suhu

Jadi, dari kedua titik diatas, para ilmuwan mengemukakan pendapatnya masing-masing tentang skala pengukuran suhu. Dan dari para temuan ilmuwan tersebut, setidaknya ada empat skala yang umum digunakan dalam pengukuran suhu yaitu Fahrenheit, Reamur, Celcius, dan Kelvin.

1. Skala Fahrenheit

Daniel Gabriel Fahrenheit

Skala Fahrenheit ditemukan oleh Daniel Gabriel Fahrenheit, seorang fisikawan asal Jerman. Awalnya, beliau menciptakan termometer alkohol di tahun 1709, disusul termometer air raksa di tahun 1714.

Tapi yang paling menarik adalah caranya menentukan angka-angka penting di skalanya. Beda dengan Celcius yang menggunakan titik beku dan titik didih air sebagai referensi utama, Fahrenheit malah menggunakan tiga titik acuan yang gak biasa..

  • 0°F diambil dari campuran es, air, dan garam (amonium klorida)
  • 30°F untuk suhu es tanpa garam
  • 96°F untuk suhu tubuh manusia, yang waktu itu diukur secara manual dan belakangan ketahuan kurang akurat (harusnya 98,6°F ya, tapi ya udah telanjur)

Baru setelah itu, Pak Fahrenheit ngukur suhu air mendidih dan dapet angka 212°F, dan suhu beku air yang ternyata di 32°F.

Dari situ kita dapati bahwa rentang antara titik beku dan titik didih air di skala Fahrenheit adalah 180 derajat. Makanya, angka-angka Fahrenheit ber-nominal tinggi dibanding Celsius.

2. Skala Reamur

Skala Reamur ditemukan pada tahun 1731 oleh René Antoine Ferchault de Réaumur yang berkewarganegaraan Prancis. Pak Reaumur lebih milih membuat skalanya berdasarkan suhu beku dan didih air juga, tapi dengan pendekatan yang berbeda..

  • Titik beku air = 0°R
  • Titik didih air = 80°R

Dipilih 80 karena angka 80 lebih gampang dibagi dua, bisa dibagi 2, 4, 8, 10, 20… pokoknya angka-angka ramah pecahan gitu deh. Dibanding angka 100 yang lebih terbatas, 80 dianggap lebih fleksibel bagi para ilmuwan di masa itu.

Skala Reamur sempat populer di Eropa, terutama di negara Prancis dan Jerman. Tapi sekarang udah jarang dipakai, dan yang masih makai ya industri makanan, khususnya dalam pembuatan permen dan keju.

3. Skala Celcius

Nah kalo skala suhu ini tentunya kamu sering ngejumpainya yak. Suhu udara, suhu tubuh, atau suhu air, pasti tertulis angka dalam derajat Celsius kan?

Skala ini dibuat oleh Anders Celsius, seorang astronom asal Swedia, pada tahun 1742. Sistemnya sederhana dan mudah di logis..

  • Titik beku air = 0°C
  • Titik didih air = 100°C

Dengan rentang 100 derajat di antara keduanya, skala ini terasa pas dan enak untuk pemakaian sehari-hari. Dan sebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia, menggunaakan Celsius sebagai skala utama dalam pengukuran suhu.

Kalau bukan karena Amerika Serikat yang masih keukeuh makai Fahrenheit, mungkin skala ini udah jadi standar skala suhu global.

4. Skala Kelvin

Skala Kelvin diperkenalkan oleh Lord William Kelvin, seorang ilmuwan dari Skotlandia.

Kalau tiga skala tadi menggunakan referensi air beku dan mendidih, beda halnya pada pengukuran suhu Kelvin. Dan yang membuatnya berbeda adalah dia mulai dari nol mutlak.

Apa itu nol mutlak?

Coba bayangkan semua molekul diam total, tak bergerak sama sekali, berarti energi kinetiknya nol. Secara teori, suhu ini adalah suhu terendah yang mungkin ada di alam semesta, -273,15°C.

Nah, Kelvin menjadikan suhu itu sebagai titik nol (0 K), maka..

  • Titik beku air = 273,15 K
  • Titik didih air = 373,15 K

Kelvin digunakan dalam dunia sains karena bersifat absolut. Dan tak ada suhu negatif dalam Kelvin, karena secara teori, gak mungkin suhu lebih rendah dari nol mutlak.

Oh iya, Kelvin juga tak memakai simbol derajat (°). Jadi cukup di tulis 273 K, bukan 273°K ya.

Cara Mengkonversi Suhu

Terus gimana caranya mengubah suhu dari satu skala ke skala lain? Misal dari Fahrenheit ke Celsius, dari Celsius ke Kelvin, atau yang lainnya? Yaang jelas, kuncinya cuma satu, pahami perbandingan antar skala suhu berdasarkan titik tetap bawah dan atasnya.

Coba kita lihat dulu selisih antar skala:

  • Celsius (°C): 100 (100 – 0)
  • Fahrenheit (°F): 180 (212 – 32)
  • Reamur (°R): 80 (80 – 0)
  • Kelvin (K): 100 (373 – 273)

Kalau disederhanain, perbandingannya jadi..

Δ°C : Δ°F : Δ°R : ΔK = 5 : 9 : 4 : 5

Simbol Δ (delta) itu artinya perubahan. Jadi, misalnya kenaikan 5°C setara dengan kenaikan 9°F, 4°R, dan 5 K.

Contoh Konversi Suhu

Biar makin jelas, kamu simak deh contoh soal konversi suhu di bawah ini..

Pertanyaannya, 176°F berapa °C?

Langkah pertama, kita lihat titik tetap bawah Fahrenheit, yaitu 32°F.

Hitung selisih suhu..

176°F – 32°F = 144°F

Sekarang kita pakai perbandingan..

9°F = 5°C
Jadi 144°F = (5/9) × 144 = 80°C

Karena 32°F setara dengan 0°C, maka..

176°F = 0°C + 80°C = 80°C

Jadi, 176°F sama dengan 80°C

Tambahan

Kalau kamu udah ngerti konsep perbandingannya, gak perlu ngitung manual dari awal. Kamu bisa langsung menggunakan rumus..

°C = (5/9) × (°F – 32)

Contoh..

°C = (5/9) × (176 – 32)
= (5/9) × 144 = 80°C

Penutup

Oke sampai disini tentu temen-temen udah paham kan tentang materi 4 skala suhu umum.

Jadi ya kesimpulannya, di Indonesia menggunakan Celsius sebagai skala suhu. Sedangkan pada jurnal ilmiah atau eksperimen fisika, kamu akan sering mendapati Kelvin sebagai skala suhu karena sifatnya yang absolut.

Sementara Fahrenheit masih masih digunakan di Amerika, dan Reamur yang masih digunakan di industri makanan.