Pengertian Kota: Pola Keruangan, Ciri-Ciri & Strukturnya

Pernahkah kamu kepikiran akan bedanya kota dengan desa? Atau mungkin kepikiran kenapa kota itu punya vibe yang beda banget sama wilayah lainnya?

Jadi, setiap kota itu pasti berbeda-beda, baik dari cirinya, pola keruangannya, hingga strukturnya. Kamu bisa ngecek sendiri, dalam satu provinsi di Indonesia, meskipun sebagian hampir mirip-mirip, tapi setiap kota pasti ada bedanya.

Karena itu, jika kamu sekedar penasaran atau malah lagi nyari materi pembahasan tentang kota, pas banget nih. Karena kali ini admin akan ngebahas tentang pola keruangan kota, ciri-cirinya, dan gimana struktur di dalamnya terbentuk..

Apa Itu Kota?

Kota itu sebenarnya lebih dari sekadar kumpulan gedung tinggi dan jalanan yang sibuk lho. Secara umum, kota bisa dibilang sebagai sebuah sistem kehidupan manusia yang kompleks.

Di sini, penduduknya padat, gaya hidupnya heterogen, dan orientasinya seringkali materialistis.

Menurut Amos Rapoport, seorang arsitek asal Polandia, kota adalah permukiman yang besar, padat, dan permanen, yang dihuni oleh berbagai individu dengan latar belakang sosial yang beragam. Di Indonesia sendiri, pengertian kota juga diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.

Dalam undang-undang itu, kota didefinisikan sebagai kawasan yang aktivitas utamanya bukan pertanian, tapi lebih ke pelayanan jasa, pemerintahan, ekonomi, dan sosial.

Kalau dipikir-pikir, kota adalah tempat di mana semua dinamika manusia berkumpul jadi satu. Mulai dari orang yang ngejar karier, pelajar yang fokus sama pendidikan, sampai pebisnis yang sibuk mengembangkan usaha mereka.

Ciri-Ciri Kota

Kalo mungkin masih bingung akan kota, ada baiknya kamu ngelihat ciri-cirinya. Secara garis besar, ciri kota dibagi menjadi dua: ciri fisik dan ciri sosial.

1. Ciri Fisik Kota

Ciri fisik kota biasanya terlihat dari berbagai fasilitas yang mendukung kehidupan warganya. Fasilitas ini penting banget karena tanpa itu, kota nggak bakal berfungsi dengan baik.

Berikut contohnya..

  1. Tempat Parkir
    Kota yang baik memiliki sarana parkir yang memadai. Tentu guna menunjang mobilitas warga yang makai kendaraan pribadi.
    Bayangin kalau nggak ada parkiran, pasti jalanan jadi makin semrawut kan?
  2. Pusat Keramaian
    Tempat-tempat seperti alun-alun, mall, atau taman kota jadi ciri khas kota banget. Tempat ini biasanya jadi pusat kegiatan sosial warga, entah buat acara formal, nonformal, atau sekadar nongkrong santai.
  3. Sarana Olahraga
    Jangan lupakan lapangan atau stadion olahraga. Selain buat aktivitas fisik, tempat ini juga sering dipakai dalam acara besar yang melibatkan banyak orang.
  4. Pasar Induk
    Adalah pusat ekonomi lokal di kota. Pasar induk tak hanya jadi tempat jual-beli bahan pangan, tapi juga bagian penting dari distribusi kebutuhan masyarakat.

2. Ciri Sosial Kota

Selain fisiknya, kota juga berciri sosial yang khas, ciri sosial ini lebih fokus ke interaksi dan dinamika antarwarga.

  1. Jenis Pekerjaan yang Beragam
    Di kota, pilihan pekerjaan lebih banyak, mulai dari pegawai kantoran, pedagang, hingga freelancer. Bahkan ada juga profesi unik yang cuma bisa ditemukan di kota.
  2. Tingkat Pendapatan
    Tak bisa dipungkiri, pendapatan sering jadi tolok ukur status sosial di kota. Makin tinggi pendapatan seseorang, makin tinggi pula strata sosialnya.
  3. Barang-Barang Mewah
    Kota juga identik dengan gaya hidup, kepemilikan barang unik dan mahal seringkali jadi simbol status sosial. Misalnya, mobil mewah atau gadget terbaru.
  4. Sistem Kekerabatan yang Longgar
    Di kota, hubungan antarwarga biasanya lebih ke arah profesional atau berbasis kepentingan tertentu. Nggak heran kalau orang-orang di kota sering kali gak kenal ama tetangga sendiri.
  5. Mobilitas Tinggi
    Warga kota terkenal sibuk dan sering berpindah tempat, entah itu buat kerja, belajar, atau sekadar cari hiburan. Mobilitas ini membuat kota jadi lebih dinamis.
  6. Cara Berpikir Rasional
    Hidup di kota menuntut orang untuk berpikir logis dan realistis. Banyak keputusan diambil berdasarkan pertimbangan ekonomi dan efisiensi waktu.

Teori Pola Keruangan Kota

Pola keruangan kota, tentu pasti ada teorinya. Teori-teori ini berusaha menjelaskan bagaimana bentuk dan struktur kota terbentuk berdasarkan berbagai faktor.

Masing-masing teori memiliki pandangannya sendiri soal bagaimana suatu kota berkembang dan berkembang biak, mulai dari pusat kota hingga pinggirannya. Berikut beberapa teori pola keruangan kota dari berbagai ahli..

1. Teori Konsentris

Teori konsentris atau teori lingkaran pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli geografi asal Amerika, Ernest Burgess, pada tahun 1925. Jadi, menurut teori ini, kota itu berkembang dalam pola konsentris, artinya kota punya pusat yang sangat jelas, dan seiring berkembangnya waktu, zona-zona baru terbentuk di sekeliling pusat tersebut.

Jadi, bayangin aja kalau kota itu kayak sebuah lapisan bawang yang punya lapisan-lapisan dari pusat kota sampai ke pinggiran.

Pusat kota atau CBD (Central Business District) adalah inti dari teori ini, disinilah area paling sibuk dan penuh aktivitas ekonomi. Semakin jauh dari pusat kota, semakin sedikit aktivitas dan harga tanah pun biasanya lebih murah.

Jadi, orang yang bekerja di pusat kota atau yang memiliki kekayaan lebih cenderung tinggal di dekat pusat, sementara yang lebih rendah pendapatannya tinggal di pinggiran. Teori ini sangat cocok untuk menggambarkan kota-kota besar di Amerika dan negara maju lainnya yang berkembang pesat pada awal abad 20.

2. Teori Sektoral

Teori sektoral dikembangkan oleh seorang ahli geografi lain, Homer Hoyt, pada tahun 1939. Menurut teori ini, kota berkembang tak hanya dalam bentuk lapisan konsentris aja, tapi juga mengikuti pola sektoral atau berlapis berdasarkan arah tertentu.

Jadi, misal ada satu sektor yang dipenuhi oleh kawasan perumahan kelas menengah, sementara sektor lain di kota bisa dipenuhi dengan kawasan industri atau perdagangan.

Secara garis besar, dalam teori sektoral, ada sektor-sektor tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu seperti aksesibilitas, transportasi, atau bahkan pemukiman yang lebih nyaman. Salah satu contoh gampangnya, kawasan pinggir pantai atau dekat sungai seringkali menjadi tempat yang lebih bergengsi, karena selain strategis, pemandangannya juga indah.

Teori ini cukup relevan bagi kota-kota yang berkembang pesat, karena mereka bisa memanfaatkan sektor-sektor tertentu untuk mempercepat pembangunan dan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

3. Teori Inti Ganda

Kalau teori yang satu ini lebih melihat bahwa kota besar itu punya dua pusat kegiatan. Teori Inti Ganda atau Multiple Nuclei Theory pertama kali dikembangkan oleh Chauncy Harris dan Edward Ullman pada tahun 1945.

Menurut mereka, kota itu tak hanya memiliki satu pusat bisnis, tapi ada beberapa pusat yang berkembang di beberapa lokasi berbeda dalam kota. Jadi, misal ada pusat komersial, pusat pendidikan, pusat perumahan, bahkan pusat industri yang berkembang di lokasi-lokasi yang berbeda-beda.

Teori ini lebih cocok dalam menggambarkan kota-kota yang sangat besar dan padat, di mana satu pusat kota aja tak cukup untuk menampung semua aktivitas. Pusat-pusat tersebut berkembang secara mandiri, dan meskipun mereka terpisah, tetap saling terhubung satu sama lain melalui jaringan transportasi yang baik.

Jadi, yang menarik dari teori ini adalah kenyataan bahwa kota bisa memiliki lebih dari satu pusat kegiatan yang saling melengkapi. Teori inti ganda cocok untuk menggambarkan kota-kota modern yang terus berkembang, dengan berbagai area spesifik yang masing-masing punya peran tersendiri.

4. Teori Poros

Teori poros atau Linear Growth Theory memiliki pandangan yang sedikit berbeda. Kalau sebelumnya kota-kota berkembang secara konsentris atau sektoral, teori poros berpendapat bahwa kota berkembang mengikuti arah tertentu, seolah membentuk sebuah poros atau garis panjang.

Jadi, kota ini berkembang seiring dengan terbentuknya pusat-pusat baru yang terhubung oleh sebuah jalur transportasi yang efisien.

Salah satu contoh nyata dari teori ini bisa dilihat di kota-kota besar yang terletak di sepanjang jalur transportasi, seperti jalan raya atau rel kereta api. Pusat-pusat baru berkembang sepanjang jalur tersebut, membentuk kota yang memanjang mengikuti arah jalur transportasi.

Misal di Jakarta, kita bisa ngelihat gimana kota berkembang sepanjang jalan tol atau kawasan rel kereta, yang memungkinkan penduduk untuk lebih mudah berinteraksi antararea.

5. Teori Historis

Teori historis lebih berfokus pada sejarah pembentukan kota itu sendiri. Teori ini berpendapat bahwa pola keruangan kota tak bisa dipisahkan dari sejarah perkembangan kota tersebut.

Setiap kota memiliki kisahnya masing-masing yang mempengaruhi bagaimana kota itu berkembang dan terbentuk. Dalam teori ini, penataan kota sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sejarah seperti perang, politik, ekonomi, dan sosial yang ada di masa lalu.

Contohnya, kota-kota yang dibangun di era kolonial seringkali memiliki pusat kota yang sangat jelas, dengan struktur yang terpisah antara kawasan kolonial dan pemukiman lokal. Hal ini terbentuk karena adanya pengaruh kebijakan kolonial yang mengatur bagaimana pembagian wilayah dan pemukiman dilakukan.

Teori ini sangat berguna untuk memahami mengapa kota-kota tertentu memiliki struktur yang unik dan nggak selalu mengikuti teori pola keruangan kota yang lebih umum.

Struktur Keruangan Kota

Kota tak hanya soal gedung-gedung tinggi dan jalanannya yang padat. Di balik itu semua, ada struktur yang kompleks yang membentuk keruangan kota.

Dan struktur keruangan kota sendiri ada dua, yaitu pertumbuhan kota numerik dan pertumbuhan fisik dan budaya.

1. Pertumbuhan Kota Numerik

Semakin banyak orang yang datang ke kota, semakin besar pula kebutuhan untuk menyediakan fasilitas dan infrastruktur yang memadai. Jadi, pertumbuhan kota numerik lebih berfokus pada aspek jumlah penduduk dan bagaimana angka tersebut memengaruhi perkembangan kota.

Secara pembagian, berikut klasifikasi kota berdasarkan jumlah penduduk..

a. Town (Kecamatan)

Town atau kecamatan adalah kategori kota yang memiliki jumlah penduduk sekitar 1.000 hingga 2.500 jiwa. Biasanya, kota kecil di daerah terpencil atau kepulauan termasuk dalam kategori ini.

Kota-kota ini masih kental dengan nuansa perdesaan, walaupun ada kecenderungan untuk mulai berkembang menjadi kota.

b. Small City (Kota Kecil)

Kota kecil dengan jumlah penduduk antara 2.500 hingga 25.000 jiwa disebut small city. Kota ini mulai berkembang dengan adanya fasilitas umum, seperti pasar dan sekolah.

Kabupaten Tana Tidung di Kalimantan Utara dengan sekitar 25.000 jiwa (2020) adalah contoh kecil dari small city yang berpotensi ekonomi cukup baik meski masih kecil.

c. Medium City (Kota Sedang)

Kota dengan penduduk antara 25.000 hingga 200.000 jiwa masuk ke dalam kategori medium city. Di kota-kota jenis ini, kamu bisa melihat infrastruktur dan fasilitas yang mulai berkembang pesat, seperti jalanan yang lebih baik, rumah sakit, dan pusat perbelanjaan.

Kota Subulussalam di Provinsi Aceh, dengan jumlah penduduk sekitar 82.000 jiwa pada tahun 2020 adalah contoh dari kota kategori ini.

d. Large City (Kota Besar)

Large city merupakan kota besar yang jumlah penduduknya antara 100.000 hingga 800.000 jiwa. Kota ini biasanya sudah sangat berkembang dan memiliki berbagai fasilitas umum yang memadai, seperti sekolah, rumah sakit, dan transportasi umum yang lengkap.

Kota Banjarmasin dengan sekitar 700.000 jiwa pada tahun 2018 adalah contoh dari kota besar yang berkembang pesat.

e. Metropolis

Kota yang memiliki lebih dari 800.000 jiwa disebut metropolis. Kota ini sudah sangat maju dengan berbagai fasilitas canggih dan menjadi pusat ekonomi yang kuat.

Kota Malang di Jawa Timur, dengan jumlah penduduk sekitar 887.000 jiwa (2017) adalah contohnya, yang menunjukkan perkembangan pesat dan dinamika kehidupan urban.

f. Megalopolis

Megalopolis adalah kota dengan jumlah penduduk antara 5 juta hingga 10 juta jiwa, namun tidak lebih dari 10 juta jiwa. Kota ini sangat maju dan seringkali menjadi pusat dari berbagai kota satelit atau kota-kota pendukung di sekitarnya.

Kota Surabaya dengan sekitar 2,87 juta jiwa pada tahun 2020 merupakan contoh dari megalopolis yang berpengaruh besar terhadap wilayah sekitarnya.

g. Ecumenopolis

Di puncak klasifikasi kota ada ecumenopolis, kota terpadat yang penduduknya lebih dari 10 juta jiwa. Kota-kota ini sangat besar dan padat, menjadi pusat dari hampir semua aktivitas ekonomi dan budaya.

Kota Beijing di Tiongkok, dengan jumlah penduduk sekitar 21,5 juta jiwa (2018), adalah contoh nyata dari ecumenopolis yang juga menjadi salah satu kota terpenting di dunia.

2. Pertumbuhan Fisik dan Budaya

Selain faktor numerik yang menggambarkan jumlah penduduk, ada juga pertumbuhan kota yang bisa dilihat dari sisi fisik dan budaya. Pertumbuhan fisik ini meliputi perubahan bentuk dan struktur kota itu sendiri.

Misalnya, pembukaan lahan baru untuk perumahan, pembangunan gedung-gedung bertingkat, fasilitas umum, hingga infrastruktur transportasi yang semakin luas. Kota yang terus berkembang akan membutuhkan lebih banyak ruang, dan tak jarang membuat wilayah-wilayah baru terbuka untuk pembangunan.

Seiring dengan pertumbuhan fisik, ada juga yang namanya pertumbuhan budaya. Pertumbuhan budaya ini mengacu pada bagaimana kota itu mengakomodasi beragam aktivitas sosial, kebudayaan, dan pola hidup yang berkembang seiring dengan peningkatan jumlah penduduk.

Semakin banyak orang yang datang ke kota, semakin beragam juga budaya yang ada di sana. Mulai dari kebiasaan, pola makan, hingga cara berpakaian, semuanya bisa berubah seiring waktu.

Berikut adalah tahapan yang menggambarkan bagaimana sebuah kota berkembang dari segi fisik dan budaya..

a. Tahap Eopolis

Di tahap ini, kota masih berada di tahap awal perkembangannya, yang lebih menyerupai perkampungan atau desa. Walaupun sudah mulai ada perkembangan, masyarakat masih sangat bergantung pada sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan tambang.

Kota pada tahap ini masih sangat sederhana, dengan kehidupan yang berfokus pada kebutuhan dasar. Kehidupan sosialnya pun masih terjaga sangat erat.

b. Tahap Polis

Pada tahapan polis, kota mulai menunjukkan pengaruh industri meski masih belum besar. Kehidupan masyarakat pun mulai beralih ke kegiatan produksi yang lebih beragam, misalnya industri rumahan atau home industry.

Masyarakat sudah mulai mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi yang mendukung kehidupan mereka.

c. Tahap Metropolis

Ketika kota sudah mencapai metropolis, struktur ruang kota menjadi lebih besar dan berkembang. Kota ini sudah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap wilayah di sekitarnya, bahkan bisa melahirkan kota satelit atau kota-kota penyangga yang membantu menopang kehidupan di metropolis.

Pada tahap ini, kita mulai melihat perubahan besar dalam tata kota, dengan semakin berkembangnya infrastruktur dan berbagai fasilitas publik.

d. Tahap Megapolis

Pada tahap megapolis, kota telah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dan kompleks. Banyak aspek kehidupan yang sudah sangat bergantung pada sistem dan birokrasi yang ada.

Di sisi lain, kota ini mulai menghadapi masalah sosial seperti kemacetan, meningkatnya angka kriminalitas, dan ketimpangan sosial yang cukup besar. Penduduknya mulai menjadi lebih materialistis karena berbagai kebutuhan hidup yang semakin rumit.

e. Tahap Tyranopolis

Di tahap ini, kota mulai menunjukkan tanda-tanda kemunduran. Beberapa masalah sosial seperti tingginya tingkat kriminalitas dan menurunnya kualitas perdagangan mulai mempengaruhi kehidupan kota.

Keadaan ini berhubungan dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi dan ketidakmampuan sistem kota untuk mengakomodasi kebutuhan warganya.

f. Tahap Necropolis

Tahap terakhir adalah necropolis, yang berarti kehancuran total dari sebuah kota. Pada tahap ini, kota tersebut sudah ditinggalkan penduduknya akibat berbagai faktor seperti kelaparan, perang, bencana alam, atau bahkan karena sistem tata kota yang sangat buruk.

Kota Pripyat di Ukraina adalah contoh nyata dari tahapan necropolis, di mana kota ini ditinggalkan setelah bencana ledakan reaktor nuklir Chernobyl ditahun 1986.

Penutup

Sampai disini ya, admin bisa memberikan gambaran materi tentang kota. Kota adalah tempat yang penuh dengan dinamika dan tantangan, tapi juga menawarkan peluang besar bagi mereka yang mau berusaha.

Dengan memahami pola keruangan dan ciri-ciri kota, kita jadi bisa lebih menghargai kompleksitas kehidupan di dalamnya. Semoga apa yang admin sampaikan kali ini, bisa membuat kamu paham akan dinamisnya sebuah kota.